Rabu, 02 Maret 2016

Bahasa Khas Sastra: Retorika dan Stilistika

Bahasa Sastra memang bahasa yang khas, anggapan ini sudah tersebar luas. Seperti puisi yang menunjukkan pemakaian bahasa yang spesial, yang hanya dimanfaatkan oleh penyair. Walaupun terkadang pemakaian bahasa itu dianggap menyimpang dari bahasa sehari-hari dan bahasa yang normal.

Penyair memang seringkali memakai bahasa yang aneh atau istimewa, yang gelap atau menyimpang, tetapi sulit untuk mengatakan secara tepat apakah keanehan dan keluarbiasaannya. Lagi pula, tidak semua puisi menggunakan bahasa yang menyimpang dari yang disebut bahasa sehari-hari.
Dalam ilmu sastra sejak dahulu keistimewaan pemakaian bahasa dalam sastra, khususnya puisi memang ditonjolkan. Sudah semenjak abad kelima dibedakan dua artes(ars adalah kepandaian, teknis ilmiah, sistem aturan; beru kemudian dalam bahasa perancis dan inggris art berkembang maknanya menjadi seni) yang masing-masing diberi nama grammatica dan rhetorica.
 
Jelaslah bahwa sejak dahulu sastra dalam artian yang terbatas tidak dibedakan dari pemakaian bahasa secara baik yang lain. Sementara Sastrawan memang dianggap orang teladan yang memakai bahasa secara baik dan optimal, dan mereka harus diteladani oleh orang yang beradab. Sastra menyediakan norma untuk pemakaian bahasa yang baik; dan yang dimaksudkan dengan sastra di sini sudah tentu sastra Latin, khususnya karya penulis di masa kejayaan Latin. Dalam hal ini juga ditekankan aspek pragmatik, yang sejak dahulu memainkan peran penting dalam retorika: maklum, seorang pengacara, negarawan, pendeta harus mempengaruhi pendengarnya dengan pemakaian bahasa yang tepat dan baik. Demikian pula penyair harus mengusahakan persuasi(per-suasio); di dalamnya biasanya dibeda-bedakan tiga aspek: docere(mengajar) , delectare(memberi nikmat), dan Movere(menggerakkan).

Pengertian sastra pada waktu itu jauh lebih luas daripada yang kita anggap sastra di zaman modern. Retorika pada masa kemudian makin berkembang ke arah penelitian dan pemberian sarana-sarana bahasa yang dipakai dalam bahasa yang baik, termasuk penyimpangan, keleluasaan penyair, segala macam keistimewaan bahasa, perhiasan, dan seterusnya. Jadi walaupun dalam penyimpangannya dari bahasa sehari-hari tidak dapat dicari dasar untuk membedakan sastra dari pemakaian yang lain, keistimewaan bahasa sastra dan puisi tetap dapat diteliti, dan secara sistematik disusun dalam sistem retorika yang amat halus dan luas. Retorika seringkali menjadi sistem normatif atau preskriptif, yaitu menentukan norma-norma yang harus diterapkan dalam pemakaian bahasa yang baik dan indah.

Pada zaman modern, stilistika sering kali memperlihatkan persamaan dengan retorika, tetapi tanpa aspek normatifnya. Sudah tentu ilmu gaya bahasa berhasil menentukan secara cukup tegas, misalnya, pemakaian bahasa seorang penyair atau kelompok penyair tertentu, khususnya dalam penyimpangannya dari pemakaian bahasa oleh penyair dari mazhab atau aliran ataupun angkatan lain; namun ini pun tidak menghasilkan kemungkinan definisi bahasa puisi yang berlaku Umum. Stilistik berusaha dan berhasil menetapkan keistimewaan pemakaian bahasa secara insidental- tetapi tidak berhasil menerangkan apakah ciri khas bahasa puisi secara umum dan hakiki.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar